Pencitraan dan Simbol Sang Pemimpin




Selamat pagi. Suasana dunia politik semakin bergairah, dan beberapa hari ini saya terus mengikuti perkembangan terkait dengan pemilu presiden 2014. Atmosfer para pendukung begitu menggugah mata untuk terus memantau, menyaksikan bagaimana pertarungan kedua kubu yang saling bertempur. Bak sebuah ajang sepak bola yang sama-sama pemiliki sporter fanatik dan siap mati-matian mendukung sanga idola untuk memenangkan pertandingan. Ya ada banyak bahan menarik untuk dibahas dalam sebuah perebutan gelar/juara, seperti komentator olahraga tentu para pengamat politik mempunyai andil besar memberi komentarnya dalam pilpres kali ini. 

Gonjang-ganjing dunia politik tanah air sudah terasa setelah pengumuman hasil pileg kemarin. Semula ada banyak tokoh yang ingin mencalonkan diri dalam pertarungan pilres dibawah naungan partai politik pengusung namun apa daya tidak semulus yang direncanakan. Suara partai yang tidak memenuhi persyaratan dan peraturan harus rela melepas sang calon presiden atau bisa jadi dengan cara koalisi mengandeng partai pendukung. Selanjutnya tarik ulur pengusung koalisi inilah yang meruncingkan dua nama kandidat presiden dan telah membentuk tim koalisi masing-masing. 

Hal ini semakin manarik saat adanya isu dan berbagai pencitraan terhadap kedua calon presiden tersebut. Satu diantara mereka terlihat seperti lahir dari golongan bawah (merakyat) dan yang satu lagi seolah hanya mewakili golongan elite (atas). Corak kedua koalisi pun sangat berbeda. Satu sisi mencerminkan koalisi ramping dan satu sisi lainnya mencerminkan koalisi besar. Dan dengan segala terpaan berbagai citra kedua kandidat tadi opini publik pun semakin ramai. Pencitraan figure dan koalisi penngusung menimbulkan bahan kajian menarik dalam kaca mata pengamat dunia politik. Berbagai komentar pun bermunculan terkait background, gaya kepemimpinan hingga gaya pidato yang mereka tunjukan. 

Sekarang pertanyaannya adalah seberapa besar pengaruh pencitraan sang pemimpin terhadap berhasilnya mereka bekompetisi dalam pertarungan pilpres ini? Pencitraan tersebut akhirnya melahirkan simbol-simbol yang menjadi ciri khas bahkan disanjung-sanjung secara berlebihan. Saling mencari kelemahan simbol dari lawan dan sebagainya yang dikhawatirkan akan menjadi benih perpecahan bangsa. 

Apa iya dengan naik bajaj dan sepeda ontel merupakan simbol dekat dengan rakyat?
Apa iya dengan naik helikopter dan menunggang kuda simbol jauh dari rakyat?
Apa iya backgaround militer cerminan pemimpin dikatator?
Apa iya gaya sederhana cerminan pemimpin yang dipercaya?
Lalu apa iya gaya turun langsung (blusukan) itu efisien?
Dan apa iya pemimpin kharismatik itu dinilai dari gaya berpidato?

Coba pikirkan lagi, belum tentu semua itu benar. Jangan-jangan pencitraan itu sengaja dibuat saat menjelang pilpres saja. Belum tentu yang tadinya naik bajaj itu selalu merakyat kan? belum tentu juga seorang militer itu selalu diktator?.. cermati lagi., jangan menilai dari satu sisi. Semua pemimpin juga manusia biasa yang nantinya akan berproses dalam tugas kepemimpinan yang diembannya. Jadi siapa yang lebih pantas menyandang gelar presiden pilihan rakyat nantinya.? Tanya pada suara hati bukan dari pencitraan dan simbolis semata.

Comments

Popular posts from this blog

5 goyang nge-Hitz yang paling banyak ditiru

CAPER (cari perhatian)

cinta KadaLuarsa