cita-cita vs kenyataan
Secuil harapan
manusia adalah mewujudkan cita-cita. Setiap insan memiliki pandangan, cara
berpikir, tujuan hidup sendiri-sendiri. Lebih sederhananya sewaktu kita kecil
dahulu punya keinginan untuk menjadi seseorang. Bayangan mimpi yang terus
mengantung indah di langit khayalan. Selalu ada ambisi untuk muwujudkannya,
dorongan semangat dan tidak lupa do’a terus menerus meraung kepada Tuhan agar
semua bisa terwujud sesuai keinginan. Namun anehnya terkadang cita-cita atau
apalah namanya itu, sering berubah-ubah. Bahkan bisa jadi sangat berbeda antara
apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan.
Terkadang saya
berpikir sebenarnya siapa diri saya?? Dan tentu Tuhan pasti punya alasan
menciptakan makhuknya. Tidak mungkin mentah-mentah hanya untuk berbadah saja.
terutama manusia yang katanya ditakdirkan Tuhan sebagai khalifah di bumi. Bertugas
untuk mensejahterakan bumi. Sebagai wakil Tuhan manusia memiliki banyak ambisi.
Tuntutan dalam diri untuk menjadi apa yang diingini. Kembali lagi pada
cita-cita, ya banyak sekali pertanyaan
yang harus dijawab. Pertanyaan sederhana namun mengena, setelah menempuh
pendidikan sekian tahun. Rasanya masih belum bisa memberi jawaban yang
memuaskan. Antara harapan dan kenyataan mengapa harus ada sekat. Jurang
pemisah, menyakitkan memang saat apa yang diharapkan tidak sesuai dengan
kenyataan.
Ada yang bilang
cita-cita itu harus diwujudkan. Namun ada juga bahwa saat bercita-cita,kita harus
tahu diri. Pepatah jawa mengatakan gantungkan cita-cita sejauh jangkauan tangan
diatas dikepala. “sak dedek sak pengawe” yang artinya cita-cita itu harus mampu
dicapai dengan kemampuan. Jadi cita-cita itu ada batasnya. Ya saya lebih setuju
dengan pernyataan tadi karena jika cita-cita itu terlalu ambisius maka akan
banyak kekecewaan nantinya. Menemui jurang pemisah antara harapan dan
kenyataan.
Cita-cita versus
kenyataan. Sepertinya sangat mengena dimana mempertemukan keinginan dengan
keadaan. Membenturkan ambisi dengan dunia nyata. Banyak hal yang seharusnya
kita temukan jawabannya. Mempunyai cita-cita setinggi langit boleh-boleh saja
asal dapat menggapainya. Semua dimulai dari mengenal diri sendiri, peluang,
kelebihan, faktor keberuntungan serta do’a juga berpengaruh. Ambisi itu sah-sah
saja asal tahu batasnya. Bermimpi boleh, asal setelah bermimpi kamu harus
berusaha.
Comments
Post a Comment