Full Day School

Selamat pagi, pewaris indonesia masa depan. Sempat terlintas dibenak saya untuk menulis tentang tema yang saat ini sedang “bomming” yaitu gagasan Mendikbud baru tentang full day school. Gagasan ini yang sekarang mengalami pro kontra. Full day school, saat Anda mendengar full day school tentu terlintas dipikiran Anda adalah tentang sistem belajar seharian penuh disekolah, pulang sore, melelahkan dan hal yang sama sekali tidak menyenangkan. Oke., full day school memang identik dengan deskripsi tersebut. Ada yang setuju, ada pula yang menolak. Tulisan ini mungkin hanya sekedar uneg-uneg, namun saya pernah mengalami sebagai dua sisi yang berbeda.

Sebenarnya sistem full day school bukanlah sistem pendidikan yang baru kita kenal. Bahkan, saya sendiri pernah mengalami sistem full day school selama 5 tahun. Ketika menempuh jenjang pendidikan sekolah menengah pertama, sekolah saya satu-satunya sekolah yang menggagas sistem full day school pertama di kabupaten Magetan waktu itu. Jam pembelajaran dimulai pukul 06.45-15.30, benar-benar melelahkan. Hari senin hingga rabu ada tambahan jam untuk mata pelajaran UN, sedangkan kamis dan sabtu untuk tambahan ekstrakulikuler pilihan dan jum’at untuk ekstrakulikuler wajib pramuka. Diawal tahun pelajaran pertama sistem ini memang menjenuhkan, justru tidak efektif, tidak ada perubahan yang signifikan. Pulang sekolah sudah sore tidak ada waktu bermain. Dan akhirnya setelah 2 tahun berjalan, sistem ini dihapus karena kepala sekolah pada waktu itu juga berganti.

Tahun 2007-2010, seperti keluar dari mulut buaya masuk mulut singa. Selama tiga tahun saat saya menempuh jenjang pendidikan SMA, juga sama saja. SMA saya pada waktu itu juga menerapkan sistem full day school. Sungguh drama nasib saya, karena saya tidak tahu sebelumnya jika SMA itu full day school ditambah pada waktu itu saya juga berstatus sebagai santri. Pagi sekolah full day dan malam harinya harus mengaji dipondok. Bayangkan, waktu 24 jam hanya beristirahat 6 jam saja itu pun tanpa bisa mengulang pelajaran, tanpa ada waktu bermain sungguh padat. Pukul 04.00 harus bangun pagi, sholat subuh berjamaah, setelah itu mengaji al-qur’an hingga pukul 05:30. Persiapan sekolah berangkat pukul 06:00. Pembelajaran dimulai pukul 06:45 hingga pukul 16:00. Setelah itu pulang dan sudah disambut kegiatan pondok pesantren hingga malam pukul 21:00.

Full day school yang sekarang ramai dibicarakan sudah pernah saya alami sendiri. Setiap kebijakan baru pasti ada pro-kontra. Full day school juga demikian, ini juga baru jadi wacana jadi tidak usah heboh berlebihan. Sistem full day school memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut pengalaman saya sistem ini cocok jika diterapkan di sekolah dengan fasilitas dan guru yang berkulitas, artinya dalam pembelajaran siswa tidak kaku di dalam kelas, ada jadwal untuk sarapan, sholat berjamaah, makan siang bersama bahkan waktu untuk tidur siang. Dilengkapi dengan fasilitas yang menyenangkan seperti, peralatan olahraga, kolam renang, alat musik dan berbagai sarana pengembangan minat dan bakat siswa. Selain itu sistem ini harus didukung oleh pihak orang tua siswa. Maka dari itu jika orang tua dengan pekerjaan yang super sibuk, pulang kerja sore atau bahkan malam sistem ini sangat cocok. Namun sebaliknya jika sistem ini diterapkan di lingkungan pedesaan dimana fasilitas dan SDM sekolah masih kurang maka jangan harap ini akan berhasil. Orang desa juga kebanyakan sebagai petani sehingga waktu untuk keluarga di rumah masih panjang.

Menurut saya sistem ini tidak perlu di-nasional kan, cukup ditawarkan kepada sekolah yang mampu menjalankan dengan dukungan pihak orang tua. Karena keberhasilan pendidikan bukan ditentukan lamanya waktu belajar namun kualitas pembelajarannya.


Comments

Popular posts from this blog

5 goyang nge-Hitz yang paling banyak ditiru

CAPER (cari perhatian)

cinta KadaLuarsa