Tanah Jawa Berkalung Besi


Siapa yang tidak kenal dengan pulau jawa. Selain tanahnya yang subur karena memiliki lebih dari tujuh belas gunung berapi, pulau ini juga menyimpan beberapa peristiwa penting perjalanan bangsa Indonesia. Sejak masa kerajaan hindu-budha pulau jawa menjadi pusat pemerintahan kerajaan besar di Nusantara. Berbagai pengaruh kebudayaan tumbuh di sini. Masyarakatnya terus berkembang, memadukan berbagai unsur nilai sehingga menghasilkan kebudayaan baru yang lebih khas. Nilai adat suku jawa yang khas ini terus dipertahankan hingga sekarang. Namun seiring berkembangnya kemajuan teknologi jaman, sedikit demi sedikit nilai tatanan masyarakat jawa memudar. Pembangunan di berbagai bidang terus menggerus eksistensi budaya jawa. Laksana sebuah perang, budaya jawa digempur habis-habisan oleh globalisasi.

Menilik runtutan sejarah pulau jawa, berdasarkan pada perkembangan politik pemerintahan memang pulau jawa merupakan pusat pemerintahan. Kerajaan besar silih berganti berdiri di pulau ini. Peristiwa politik, perebutan kekuasaan hingga perang besar pernah terjadi. Mulai dari pengaruh hindu-budha, islam sampai penjajahan turut menghiasai perjalanan pulau ini. Kota-kota besar tumbuh berkat pengaruh tersebut, seperti Surabaya, Semarang, Jogjakarta, Cirebon, dan Jakarta. Khusus kota Jakarta memang sudah dijadikan pusat pemerintahan pada masa kolonial Belanda.


Dari masa ke masa pulau jawa terus berkembang. Saat Indonesia sudah merdeka, pulau ini juga menjadi pusat pemerintahan. Bahkan pada masa Orde Baru segala aktivitas ekonomi dan pembangunan dipusatkan di jawa. Sangat jawa sentris, tolak ukur segala kemajuan di berbagai bidang. Hingga seolah Indonesia adalah Jawa, Jawa adalah Indonesia. Pulau lainnya dianggap sebagai anak tiri kurang diperhatikan.


Masuk era reformasi, pulau ini juga terus mengalami perubahan. Pergantian sistem demokrasi dan pemimpin membawa dampak baru bagi pulau ini. Kondisi alam, lingkungan dan manusianya menggeliat cepat. Laju kepadatan penduduk terus bergerak naik. Kebutuhan pangan dan tempat tinggal tidak seimbang dengan jumlah penduduk. Bagaikan bom atom, penduduk jawa meledak hebat, hal tersebut juga dipengaruhi oleh perantauan penduduk dari pulau lain yang mengadu nasib di pulau jawa.


Ketidakseimbangan pembangunan membawa dampak kerusakan lingkungan. Pembangunan tiada henti, jalan, gedung, hotel, pemukiman semua memadati pulau jawa. Lahan hijau mulai diganti dengan pemukiman. Gunung-gunung gersang karena pohonya ditebang, manusia bahkan membangun lereng gunung untuk kepentingan mereka. Bumi bagaikan diperkosa oleh manusia, pohon, batu, pasir semua mereka ambil. Sungai-sungai tercemar oleh limbah pabrik. Udara semakin tidak sehat, asap kendaran, asap pabrik, dan debu bertebaran bebas. Lingkungan benar-benar rusak karena ulah manusia sendiri.

Sebagai penutup, Sri Joyoboyo raja kerajaan Kediri sudah memprediksi tentang kejadian ditanah jawa diakhir zaman. Pulau jawa akan berkalung besi, seperti yang sudah kita alami saat ini. Pembangunan merajalela, jalan-jalan dipenuhi oleh kuda besi. Pasar kehilangan keramaiannya digantikan super market. Banyak mata air yang menghilang. Alam sudah tidak lagi bersahabat. Dan pada puncak ramalan adalah terbelahnya pulau jawa menjadi dua bagian.


Jadi jangan heran bila, alam juga sudah mulai menampakkan kemarahan akibat ulah manusia. Gunung mulai protes dengan mengeluarkan semburan magma, bumi bergoncang hebat, hujan lebat tiada henti, banjir dimana-mana. Musibah datang silih berganti. Mungkin inilah peringatan agar manusia bergenti mengekploaitasi alam.

Pasar-pasar podo ilang kumandange
Kalah karo moll seng padang lampune
Simbok-simbok kepekso nguculi jarite
Podo ganti kathok gemes macak koyo SPG
Dalan-dalan, hotel-hotel bermunculan
Sok sok pari pari ambruk diganti lahan pemukiman
Lahan hijau makin dihilangkan
Ruwet macet semua berhenti nyaman

(Penggalan Lirik lagu Jogja Ora di Dol by Jogja Hip Hop Foundation)

Comments

Popular posts from this blog

5 goyang nge-Hitz yang paling banyak ditiru

CAPER (cari perhatian)

cinta KadaLuarsa